ANGGUNGAN PERKUTUT “ WIDHAHSONO GOSTAGASTI”

ANGGUNGAN PERKUTUT “ WIDHAHSONO GOSTAGASTI”

WIDHAHSONO GOSTAGASTI adalah salah satu jenis anggungan burung perkutut dengan ritme dan nada yg bisa dikatakan mengalun indah ( bukan menurut selera, tapi menurut yang sudah dirumuskan dalam kitab/ Pakem yang dipakai sebagai rujukan para pendahulu sejaak jaman kuno )..

WIDHAHSONO GOSTAGASTI tidak bisa diartikan perkata tetapi dalam satu kesatuan rangkaian kalimat yg mengandung makna filosofis tersendiri....

WIDHAHSONO GOSTAGASTI bukan sekedar lagu atau nyanyian atau ucapan, tapi lebih kedalam pemaknaan sebuah KIDUNG/GAUNG/ DEGUNG yg dilantunkan DENGAN KEBIJAKSANAAN BERULANG ULANG oleh makhluk TUHAN ( dalam hal ini PERKUTUT ) sebagai ungkapan lantunan pujian kepada ILLAHI sebagai wujud penghambaaan dan kerinduan makhluk kepada sang pencipta dalam nada yg indah, tentunya dg klasifikasi jenis nada yang lebih spesifik atau bisa dikatakan berbeda dengan yang lain.

Dalam bahasa jawa disampaikan.. ..
WIDHAHSONO GOSTAGASTI iku minongko KIDUNG/DEGUNG/GAUNG sworo anggungane PERKUTUT kang mratitisake babakan pangucaping pepujo pujining Kawulo marang GUSTI KANG MOHO AGUNG lumantar Lelangen reroncening boso Dhawuh KALAM ILLAHI utawi ASMANE GUSTI kang Edipeni, kanthi pangucaping lathi kang tumuju marang bathin saenggo nuwuhake roso katentreman mring sajroning Qolbu nganti biso tumungkul roso MANUNGGALING KAWULO marang GUSTI kang istiqomah den bolan baleni koyo dene manungso ngucap DZIKIR marang GUSTI ne….” KLAUW KE TEK KUNG... KUNG… KUNG.. "

Jadi disini disampaikan oleh para sesepuh bahwa jenis suara WIDHAHSONO GOSTA GASTI ini berkarkter lembut dan tidak tergesa – gesa dalam bernyanyi, dengan irama yang mengalun khas perkutut Jawa / Lokal bersuara tebal ‘ anteb’ nglaras…..spesifikasi ini bukan berarti yang lain tidak nglaras ataupun tidak berdzikir ketika manggung ( karena kita yakini bahwa anggungan perkutut adalah dzikir kepada sang ILLAHI dg bahasanya)..tapi…ini adalah sebuah penjabaran yang spesifik sesuai apa yang diterjemahkan dari jaman dahulu kala sehingga diklasifikasikan sebagai jenis anggungan WIDHAHSANA GOSTAGASTI..bukan menurut selera kita..

Sedangkan kata SUNGSUN yang tersurat dalam Primbon / Kitab itu bukan berarti BERSUSUN SUSUN meskipun secara epistimologi bisa diartikan BERSUSUN tapi dalam konteks ANGGUNGAN WIDHAHSONO GOSTAGASTI ini kata SUNGSUN bermakna Diri / Kawulo dalam sebuah penghambaan pribadi secara vertical kepada SANG MAHA KUASA dengan kesungguhan hati melalui KIDUNG/GAUNG/DEGUNG yang dilantunkan secara istiqomah dalam hal ini burung PERKUTUT ada yang menyebut KIDUNG/ GAUNG BRAHMASTANA…. Ini adalah penjabaran yang lebih spesifik dari beberapa para sesepuh yang pernah merawat langsung burung dengan jenis suara tersebut dan berpegang pakem yang selama ini ada sejak dulu dan dipakai dalam penjabaran jenis suara tersebut…
Suara ini biasanya bisa ditemukan pada burung PERKUTUT LOKAL / JAWA ALAM dengan tataran usia 2 rambahan atau 20 tahun bahkan lebih..karena karakter suara burung PERKUTUT bisa berubah dalam 1 Rambahan ( 1 windhu ) atau dalam 10 tahun, sehingga burung PERKUTUT LOKAL / JAWA ALAM akan stabil dalam anggungan ketika sudah mencapai usia 2 Rambahan atau 20 tahun…
Mungkin kurang lebihnya ini bisa menjadi sebuah jawaban yang selama ini kita cari titik temunya tentang penjabaran jenis anggungan perkutut WIDHAHSONO GOSTAGASTI.. Semoga bermanfaat untuk menambah khasanah keilmuan tentang burung PERKUTUT LOKAL / JAWA ALAM yang penuh misteri dan Syarat dengan Filosofi gambaran kehidupan kita sebagai manusia.
Sumber Rujukan : 
- Kitab Ajaibul makhluqat  
- Kitab KUDUSAN 
- Kearifan Lokal
- Kitab BETALJEMUR ADAMMAKNA 
- Kitab HWENING PURWO PALLAWA KUNO
- Poro Sesepuh yang kita sowani untuk membedah isi KITAB rujukan tersebut sebagai usaha Tabayyun kita tentang ilmu PERKUTUT.

#MisteriPerkututLokal
#P4LSI

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KRITERIA DAN TEKNIS PENILAIAN LOMBA SENI IRAMA SUARA PERKUTUT LOKAL

PERKUTUT KIDANG KENCONO

SEJARAH PENULISAN PAKEM PERKUTUT